Senin, 14 November 2011

Anatomi & Fisiologi Jantung

Secara fisiologi, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya dibandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila fungsi jantung mengalami gangguan maka besar pengaruhnya terhadap organ-organ tubuh lainya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung adalah sebagai single pompa yang memompakan darah ke seluruh tubuh untuk kepentingan metabolisme sel-sel demi kelangsungan hidup. Untuk itu, siapapun orangnya sebelum belajar EKG harus menguasai anatomi & fisiologi dengan baik dan benar.













Dalam topik anatomi & fisiologi jantung ini, saya akan menguraikan dengan beberapa sub-topik di bawah ini :
1. Ukuran,Posisi atau letak Jantung
2. Lapisan Pembungkus Jantung
3. Lapisan Otot Jantung
4. Katup Jantung
5. Ruang Jantung
6. Arteri Koroner
7. Siklus Jantung



I.3.1. Ukuran,Posisi atau letak Jantung

Anda tahu berapa ukuran jantung anda? Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Dari beberapa referensi yang saya baca, ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan ukuran panjang kira-kira 5" (12cm) dan lebar sekitar 3,5" (9cm). Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari midline sternum , 2/3 nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di bawah puting susu sebelah kiri.(lihat gb:1 & 2)











Gb: 1















Gb: 2






I.3.2. Lapisan Pembungkus Jantung

Bagi rekan-rekan kita yang bekerja di ruang kamar operasi bedah jantung atau thorak saya yakin sudah terbiasa melihat keberadaan jantung di mediastinum, begitu pula dengan lapisan pembungkus atau pelindung jantungnya. Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi 3 lapisan (lihat gb.3) yaitu :

• Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang melindungi jantung ketika jantung mengalami overdistention. Lapisan fibrosa bersifat sangat keras dan bersentuhan langsung dengan bagian dinding dalam sternum rongga thorax, disamping itu lapisan fibrosa ini termasuk penghubung antara jaringan, khususnya pembuluh darah besar yang menghubungkan dengan lapisan ini (exp: vena cava, aorta, pulmonal arteri dan vena pulmonal).

• Lapisan parietal, yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa
• Lapisan Visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan lapisan luar dari otot jantung atau epikardium.

Diantara lapisan pericardium parietal dan lapisan perikardium visceral terdapat ruang atau space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau yang disebut dengan cairan perikardium. Cairan perikardium berfungsi untuk melindungi dari gesekan-gesekan yang berlebihan saat jantung berdenyut atau berkontraksi. Banyaknya cairan perikardium ini antara 15 - 50 ml, dan tidak boleh kurang atau lebih karena akan mempengaruhi fungsi kerja jantung.














Gb: 3






I.3.3. Lapisan Otot Jantung

Seperti yang terlihat pada Gb.3, lapisan otot jantung terbagi menjadi 3 yaitu :

• Epikardium,yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral
• Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab atas kemampuan kontraksi jantung.
• Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis endotel sel yang berhubungan langsung dengan darah dan bersifat sangat licin untuk aliran darah, seperti halnya pada sel-sel endotel pada pembuluh darah lainnya. (Lihat Gb.3 atau Gb.4)







Gb: 4





I.3.4. Katup Jantung

Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.

Katup atrioventrikuler terdiri dari katup trikuspid yaitu katup yang menghubungkan antara atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup atrioventrikuler yang lain adalah katup yang menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri yang dinamakan dengan katup mitral atau bicuspid.

Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta. (Lihat Gb: 5)

Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan dengan otot yang disebut muskulus papilaris. (Lihat Gb:6)












Gb: 5












Gb: 6


Seperti yang terlihat pada gb.5 diatas, katup trikuspid 3 daun katup
(tri =3), katup aortadan katup pulmonal juga mempunya 3 daun katup. Sedangkan katup mitral atau biskupid hanya mempunyai 2 daun katup.





I.3.5. Ruang,Dinding & Pembuluh Darah Besar Jantung


Jantung kita dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu :

1. Atrium (serambi)
2. Ventrikel (bilik)

Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke ventrikel. Oleh karena itu otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel.
Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri. Demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jadi kita boleh mengatakan kalau jantung dibagi menjadi 2 bagian yaitu jantung bagian kanan (atrium kanan & ventrikel kanan) dan jantung bagian kiri (atrium kiri & ventrikel kiri).

Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle. Dimana kedua atrium dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi menampung darah apabila kedua atrium memiliki kelebihan volume.

Kedua atrium bagian dalam dibatasi oleh septal atrium. Ada bagian septal atrium yang mengalami depresi atau yang dinamakan fossa ovalis, yaitu bagian septal atrium yang mengalami depresi disebabkan karena penutupan foramen ovale saat kita lahir.
Ada beberapa ostium atau muara pembuluh darah besar yang perlu anda ketahui yang terdapat di kedua atrium, yaitu :

• Ostium Superior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat diruang atrium kanan yang menghubungkan vena cava superior dengan atrium kanan.
• Ostium Inferior vena cava, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kanan yang menghubungkan vena cava inferior dengan atrium kanan.
• Ostium coronary atau sinus coronarius, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kanan yang menghubungkan sistem vena jantung dengan atrium kanan.
• Ostium vena pulmonalis, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kiri yang menghubungkan antara vena pulmonalis dengan atrium kiri yang mempunyai 4 muara.

Bagian dalam kedua ruang ventrikel dibatasi oleh septal ventrikel, baik ventrikel maupun atrium dibentuk oleh kumpulan otot jantung yang mana bagian lapisan dalam dari masing-masing ruangan dilapisi oleh sel endotelium yang kontak langsung dengan darah. Bagian otot jantung di bagian dalam ventrikel yang berupa tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan dinamakan trabecula. Kedua otot atrium dan ventrikel dihubungkan dengan jaringan penghubung yang juga membentuk katup jatung dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain adalah anterior dan posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan dan memisahkan antara kiri dan kanan kedua ventrikel.

Perlu anda ketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran darah sistemik atau sirkulasi sistemik yang terdiri dari beberapa organ tubuh sehingga dibutuhkan tekanan yang besar dibandingkan dengan jantung kanan yang hanya bertanggung jawab pada organ paru-paru saja, sehingga otot jantung sebelah kiri khususnya otot ventrikel sebelah kiri lebih tebal dibandingkan otot ventrikel kanan.

Pembuluh Darah Besar Jantung

Ada beberapa pembuluh besar yang perlu anda ketahui, yaitu:
• Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas diafragma menuju atrium kanan.
• Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah diafragma ke atrium kanan.
• Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung sendiri.
• Pulmonary Trunk,yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
• Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
• Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
• Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas.
• Desending Aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah. (lihat Gb:7)













Gb : 7


I.3.6. Arteri Koroner

Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac infarction.
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava

Arteri koroner dibagi dua,yaitu:
1.Arteri koroner kanan
2.Arteri koroner kiri

Arteri Koroner Kiri

Arteri koroner kiri mempunyai 2 cabang yaitu LAD (Left Anterior Desenden)dan arteri sirkumflek. Kedua arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu sulcus coronary atau sulcus atrioventrikuler yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel, yang kedua yaitu sulcus interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung yang merupakan bagian dari jantung yang sangat penting yaitu kruks jantung. Nodus AV node berada pada titik ini.

LAD arteri bertanggung jawab untuk mensuplai darah untuk otot ventrikel kiri dan kanan, serta bagian interventrikuler septum.
Sirkumflex arteri bertanggung jawab untuk mensuplai 45% darah untuk atrium kiri dan ventrikel kiri, 10% bertanggung jawab mensuplai SA node.


Arteri Koroner Kanan

Arteri koroner kanan bertanggung jawab mensuplai darah ke atrium kanan, ventrikel kanan,permukaan bawah dan belakang ventrikel kiri, 90% mensuplai AV Node,dan 55% mensuplai SA Node.





I.3.7. Siklus Jantung

Sebelum mempelajari siklus jantung secara detail, terlebih dahulu saya ingin menyegarkan ingatan anda tentang sirkulasi jantung. Saya yakin kalau anda masih mengingatnya dengan baik atau anda telah lupa?
Anda masih ingat kalau jantung dibagi menjadi 4 ruang? Empat ruang jantung ini tidak bisa terpisahkan antara satu dengan yang lainnya karena ke empat ruangan ini membentuk hubungan tertutup atau bejana berhubungan yang satu sama lain berhubungan (sirkulasi sistemik, sirkulasi pulmonal dan jantung sendiri). Di mana jantung yang berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh melalui cabang-cabangnya untuk keperluan metabolisme demi kelangsungan hidup.

Karena jantung merupakan suatu bejana berhubungan, anda boleh memulai sirkulasi jantung dari mana saja. Saya akan mulai dari atrium/serambi kanan.
Atrium kanan menerima kotor atau vena atau darah yang miskin oksigen dari:

- Superior Vena Kava
- Inferior Vena Kava
- Sinus Coronarius


Dari atrium kanan, darah akan dipompakan ke ventrikel kanan melewati katup trikuspid.
Dari ventrikel kanan, darah dipompakan ke paru-paru untuk mendapatkan oksigen melewati:
- Katup pulmonal
- Pulmonal Trunk
- Empat (4) arteri pulmonalis, 2 ke paru-paru kanan dan 2 ke paru-paru kiri

Darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru akan di alirkan kembali ke jantung melalui 4 vena pulmonalis (2 dari paru-paru kanan dan 2 dari paru-paru kiri)menuju atrium kiri.
Dari atrium kiri darah akan dipompakan ke ventrikel kiri melewati katup biskupid atau katup mitral.
Dari ventrikel kiri darah akan di pompakan ke seluruh tubuh termasuk jantung (melalui sinus valsava) sendiri melewati katup aorta. Dari seluruh tubuh,darah balik lagi ke jantung melewati vena kava superior,vena kava inferior dan sinus koronarius menuju atrium kanan.

Secara umum, siklus jantung dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
• Sistole atau kontraksi jantung
• Diastole atau relaksasi atau ekspansi jantung

Secara spesific, siklus jantung dibagi menjadi 5 fase yaitu :
1. Fase Ventrikel Filling
2. Fase Atrial Contraction
3. Fase Isovolumetric Contraction
4. Fase Ejection
5. Fase Isovolumetric Relaxation

Perlu anda ingat bahwa siklus jantung berjalan secara bersamaan antara jantung kanan dan jantung kiri, dimana satu siklus jantung = 1 denyut jantung = 1 beat EKG (P,q,R,s,T) hanya membutuhkan waktu kurang dari 0.5 detik.


A. Fase Ventrikel Filling

Sesaat setelah kedua atrium menerima darah dari masing-masing cabangnya, dengan demikian akan menyebabkan tekanan di kedua atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel. Keadaan ini akan menyebabkan terbukanya katup atrioventrikular, sehingga darah secara pasif mengalir ke kedua ventrikel secara cepat karena pada saat ini kedua ventrikel dalam keadaan relaksasi/diastolic sampai dengan aliran darah pelan seiring dengan bertambahnya tekanan di kedua ventrikel. Proses ini dinamakan dengan pengisian ventrikel atau ventrikel filling. Perlu anda ketahui bahwa 60% sampai 90 % total volume darah di kedua ventrikel berasal dari pengisian ventrikel secara pasif. Dan 10% sampai 40% berasal dari kontraksi kedua atrium.

B. Fase Atrial Contraction

Seiring dengan aktifitas listrik jantung yang menyebabkan kontraksi kedua atrium, dimana setelah terjadi pengisian ventrikel secara pasif, disusul pengisian ventrikel secara aktif yaitu dengan adanya kontraksi atrium yang memompakan darah ke ventrikel atau yang kita kenal dengan "atrial kick". Dalam grafik EKG akan terekam gelombang P. Proses pengisian ventrikel secara keseluruhan tidak mengeluarkan suara, kecuali terjadi patologi pada jantung yaitu bunyi jantung 3 atau cardiac murmur.


C. Fase Isovolumetric Contraction

Pada fase ini, tekanan di kedua ventrikel berada pada puncak tertinggi tekanan yang melebihi tekanan di kedua atrium dan sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal. Bersamaan dengan kejadian ini, terjadi aktivitas listrik jantung di ventrikel yang terekam pada EKG yaitu komplek QRS atau depolarisasi ventrikel.

Keadaan kedua ventrikel ini akan menyebabkan darah mengalir balik ke atrium yang menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler untuk mencegah aliran balik darah tersebut. Penutupan katup atrioventrikuler akan mengeluarkan bunyi jantung satu (S1) atau sistolic. Periode waktu antara penutupan katup AV sampai sebelum pembukaan katup semilunar dimana volume darah di kedua ventrikel tidak berubah dan semua katup dalam keadaan tertutup, proses ini dinamakan dengan fase isovolumetrik contraction.

D. Fase Ejection

Seiring dengan besarnya tekanan di ventrikel dan proses depolarisasi ventrikel akan menyebabkan kontraksi kedua ventrikel membuka katup semilunar dan memompa darah dengan cepat melalui cabangnya masing-masing. Pembukaan katup semilunar tidak mengeluarkan bunyi. Bersamaan dengan kontraksi ventrikel, kedua atrium akan di isi oleh masing-masing cabangnya.

E.Fase Isovolumetric Relaxation

Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka tekanan di kedua ventrikel menurun atau relaksasi sementara tekanan di sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan aliran darah balik ke kedua ventrikel, untuk itu katup semilunar akan menutup untuk mencegah aliran darah balik ke ventrikel. Penutupan katup semilunar akan mengeluarkan bunyi jantung dua (S2)atau diastolic. Proses relaksasi ventrikel akan terekam dalam EKG dengan gelombang T, pada saat ini juga aliran darah ke arteri koroner terjadi. Aliran balik dari sirkulasi sistemik dan pulmonal ke ventrikel juga di tandai dengan adanya "dicrotic notch".

• 1. Total volume darah yang terisi setelah fase pengisian ventrikel secara pasip maupun aktif ( fase ventrikel filling dan fase atrial contraction) disebut dengan End Diastolic Volume (EDV)
• 2. Total EDV di ventrikel kiri (LVEDV) sekitar 120ml.
• 3. Total sisa volume darah di ventrikel kiri setelah kontraksi/sistolic disebut End SystolicVolume (ESV) sekitar 50 ml.
• 4. Perbedaan volume darah di ventrikel kiri antara EDV dengan ESV adalah 70 ml atau yang dikenal dengan stroke volume. (EDV-ESV= Stroke volume) (120-50= 70)

Sabtu, 12 November 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUBERCULOSIS PARU DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan tuberculosis paru merupakan bakteri pembunuh masal, karena kuman mycobacterium ini telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Menurut WHO sekitar delapan juta penduduk dunia diserang tubercolusis dengan kematian 3 juta orang / tahun (WHO,1993). WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya,antara tahun 2002-2020 diperkirakan 1 milyar manusia  akan terinfeksi dengan kata lain penambahan jumlah infeksi lebih dari 86 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10% Diantaranya infeksi akan berkembang menjadi penyakit dan berakhir dengan kematian, jika dihitung pertambahan jumlah pasien tuberculosis paru akan bertambah sekitar 2,8-5,8 juta setiap tahunnya. Perkiraan WHO yakni setiap 2 juta jiwa meninggal tiap tahunnya, karena 2-4 orang terinfeksi setiap detik dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena tuberkolusis ini. Dikawasan asia tenggara WHO menunjukan bahwa teberkulosis paru membunuh sekitar 40% dari kasus tuberculosis paru di dunia berada dalam kawasan asia tenggara. (Aru, W Sudoyo. 2007).

Di Indonesia tuberculosis merupakan penyebab kematian utama dan angka kematian dengan urutan infeksi ISPA (infeksi saluran pernapasan atas). Indonesia menduduki urutan ke 3 setelah india dan china dalam jumlah penderita tuberculosis paru di dunia, jumlah penderita tuberculosis paru tahun ke ketahun di Indonesia terus meningkat, penyakit tuberculosis paru menyerang sebagian besar kelompok kerja produktif, penderita tuberculosis paru kebanyakan dari kelompok ekonomi rendah namun saat ini juga banyak di derita oleh ekonomi atas di karenakan mudah proses penularan tuberculosis paru yaitu penyebaran melalui udara atau droplet. (Aru, W Sudoyo. 2007).



Akhir-akhir ini penyakit infeksi Tuberculosis menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Diperkirakan prevalensi penderita TB di Indonesia 0,24 % dengan jumlah penderita baru sebanyak 583.000 kasus.1,2 Penyakit TB dapat menyerang semua kelompok umur dan jenis kelamin. Dinegara-negara berkembang kematian tuberculosis merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.Penderita dengan perilaku tidak meludah sembarangan,menutup mulut apabila bersin atau batuk. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan peningkatan penderita Tuberculosis Paru.

Berdasarkan data rekam medis Rumah Sakit Pelni Jakarta periode tahun 2009, jumlah pasien yang dirawat sebanyak 11.310 orang dan yang menderita tuberculosis paru sebanyak 142 orang (1,25%), tidak ada pasien yang meninggal. Sedangkan pada tahun 2010, jumlah pasien yang dirawat sebanyak 11.705 orang yang menderita TB Paru sebanyak 156 orang(1,33%). Jumlah pasien yang meninggal sebanyak 6 orang(3.84%).

Dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul pada klien dengan TB Paru, perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan diantaranya sebagai Care Giver, Advocat, vasilitator, koordinator, edukator. Oleh karena itu perawat mempunyai upaya sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan dengan TB paru, diantaranya dalam segi promotif yaitu peran perawat memberikan penyuluhan agar masyarakat mengenal tentang penyakit TB Paru dan melakukan pola hidup sehat, dari segi preventif dengan cara mendeteksi dini penyakit TB Paru atau menghindari faktor penyebab TB Paru (merokok atau minum alkohol), dari segi kuratif perawat langsung membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan, sedangkan dari segi rehabilitatif dengan memberikan penyuluhan (menjemur kasur seminggu 1 kali dan membuka jendela pada pagi hari).

Mengingat angka kesakitan dan kematian pada penderita Tuberculosis yang sangat tinggi dan dampak komplikasi yang terjadi serta pentingnya peran perawat, maka penulis tertarik untuk menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru secara komprehensif di Ruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberculosis Paru.

2.      Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien tuberculosis paru diharapkan penulis dapat :
a.       Melakukan pengkajian pada klien dengan tuberculosis paru
b.      Menentukan  masalah keperawatan klien dengan tuberculosis paru
c.       Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan tuberculosis paru
d.      Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan tuberculosis paru.
e.       Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru.
f.       Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus klien dengan tuberculosis paru.
g.      Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi/alternatif pemecahan masalah.
h.      Mengdokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru.

C.    Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi hanya mengambil satu kasus yaitu dengan menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S dengan Tubercolisis Paru di Ruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta. Selama 3 hari dari tanggal 19 -  21 Oktober 2011.

D.    Metode Penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini disusun dengan menggunakan metode deskriftif yang menggambarkan   asuhan keperawatan Tuberculosis Paru yang disajikan dalam bentuk narasi. Adapun bentuk teknik penggumpulan data yang penulis gunakan adalah melakukan tekhnik wawancara, observasi dan studi  kepustakaan dengan mempelajari buku sumber sebagai referensi yang terkait dengan Tuberculosis Paru, studi kasus yaitu mengambil satu kasus dengan Tubercolisis Paru sebagai bahan kajian dengan menerapkan Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan dan evaluasi menggunakan teknik wawancara pada klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik secara langsung, studi dokumentasi yaitu mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penerapan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tuberculosis Paru dari catatan keperawatan medis dan rekam medis keperawatan.

E.     Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 BAB, yaitu BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, tujuan Penulisan, Ruang lingkup, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II tinjauan teori terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keperawatan. BAB IV Pembahasan terdiri dari Pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi. BAB V Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.



BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia. (Nia Kurniasih. 2010. Hal: 2230)

Tuberculosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberculosis. Suatu basil aerob tahan asam, yang ditularkan melalui udara. (Niluh Gede Yasmin Asih .2004. Hal: 82)

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru, disebabkan oleh microbacterium tubercolosis. (Irman Somantri. 2009. Hal: 67)

B.     Etiologi
Tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lipid. Lipid inilah yang membuat kuman menjadi tahan terhadap asam dan lebih tanan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering / dingin. Atau dapat berhatan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman, dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberculosis aktif lagi. Sifat lain kuman adalah aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, dalam hal ini tekanan apical paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui inhalasi (droplet atau luka dikulit dan saluran pencernaan). Faktor predisposisi penyakit tuberculosis antara lain  usia, immunosupresi, infeksi HIV, malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, adanya keadaan penyakit lain (DM).

C.    Patofisiologi
Penyebaran kuman mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui  tiga  tempat

yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada

kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.(Sylvia.A.Price.1995.hal754).

Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. (dr.Hendrawan.N).

Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala batuk berdarah disertai demam. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan tertular penyakit tuberculosis. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus. (Sylvia.A Price).

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa dengan menimbulkan gejala panas dan nyeri pada dada. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas dan menimbulkan gejala batuk berdarah (hemoptisis). Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif  (Syilvia.A Price).

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A)

Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall. 2007).

Karena sifat kuman yang dorman, maka saat daya tahan tubuh pasien turun, kuman akan dapat hidup kembali dan biasanya terdapat pada apeks paru/ dekat pleura lobus bawah dengan gejala demam, anoreksia, mual. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenarasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak. Yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh masa basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya, material ini mencair dan dapat mengalir kedalam pencabangan trakheabronkhial dan dibatukkan sehingga penderita sering batuk dan sesak napas. Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan membentuk jaringan paru pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal sebagai tuberkel ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali, meski telah bertahun-tahun dan menyebabkan infeksi sekunder. Respon imun selluler ini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi oleh reaksi positif pada tes kulit tuberculin. Perkembangan sensitifitas tuberculin ini terjadi pada semua sel-sel tubuh dua sampai 6 minggu setelah infeksi primer.dan akan dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas ini didapat biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut dan terjadinya infeksi aktif.

Manifestasi klinik Yang umum terdapat keletihan, penurunan berat badan, anoreksia (kehilangan napsu makan), demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari, berkeringat pada waktu malam dan ansietas umum sering tampak, dyspnea, nyeri dada dan Hemoptisis juga temuan yang umum. Gejala demam biasanya menyerupai demam, influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi  oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. Batuk terjadi karena adanya infeksi pada pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering, kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada dinding bronkus. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah  bagian paru. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis). Malaise dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

Komplikasi basil mycobacterium juga menyebar  melalui saluran getah bening, menyebabkan limfadenitis regional yang dikenal dengan kompleks primer, selain itu juga bisa menyebar melalui hematogen ke jaringan tubuh yang lain seperti ginjal, usus dan jantug.

D.    Penatalaksanaan Medis
1.    Farmakoterapi
Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional menggunakan panduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombivak, sbb :
a.       Obat primer
1)      Isoniazid, dosis : 5 mg/kg/hari (maksimum 300 mg/hari). Setiap hari selama 8 minggu diikuti 16 minggu dan setiap hari 2 – 3 x/minggu
2)      Ripamficin, dosis : 10 mg/kg/hari (maksimum 600 mg/hari) diberikan sebelum makan. Setiap hari selama 2 minggu diikuti 16 minggu dan setiap hari 2 – 3 x/minggu
3)      Pirazinamid, dosis: : 15-30 mg/kg/hari (maksimum 2 gram/hari). Setiap hari selama 8 minggu diikuti 16 minggu dan setiap hari 2 – 3 x/minggu
4)      Ethambutol, dosis : 15-25 mg/kg/hari (maksimum 1 gram) harus diberikan IM. Setiap hari selama 2 minggu diikuti 2 x/minggu 2 pemberian obat supaya yang diawasi langsung selama 6 minggu.

b.      Obat sekunder
1)      Cadreamicin, dosis 15-30 mg/kg/hari (maksimum 1 gra/ hari) harus diberikan IM.
2)      Kancemicin, dosis : 15-30 mg/kg/hari (maksimum 1 gram/hari) diberikan IM.
3)      Asam paraaminosalisilat, dosis : 150 mg/kg/hari (maksimum 15 gram/hari)
4)      Sikloresin, dosis : 15-20 mg/kg/hari (maksimum 1 gram/hari)
c.       Obat konservatif
1)      Mukolitik : menurunkan kekentalan atau perlengketan
2)      Bronchodilator : secret paru, menaikan ukuran percabangan trachea bronchist.
3)      Kortikosteroid : menurunkan inflamasi
4)      Antibiotic : untuk mikroba

2.    Non-farmakoterapi
a.    Diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
b.    Hindari merokok dan minuman alkohol
c.    Istirahat yang cukup (tirah baring)
d.   Mengajarkan batuk efektif
e.    Olahraga
f.     Pengawasan minum obat

E.     Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Aktifitas/ istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam/demam malam hari, menggigil dan berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takikardia, Takipnea/ Dispenea, kelelahan otot, nyeri dan sesak( tahap lanjut)
b.        Integritas EGO
Gejala : adanya factor sters lama, masalah keuangan rumah, perasaan tak berdaya/ tak ada harapan, kopulasi budaya/ etnik : amerika asli/ imigran dari amerika tengah, asia tenggara, Indian anak benua.
Tanda : Menyangkal ( khusus nya selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
c.       Makanan/ Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tak dapar mencerna, penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/ kulit bersisik, kehilangan otot / hilang lemak subkutan.
d.      Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : Berhati hati pada  area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
e.       Pernafasan
Gejala : batuk, produkif/ tidak produktif, nafas pendek, riwayat tuberculosis/ terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan ( penyakit luas/ fibrosis parenkim paru dan pleura).
Pengembangan pernafasan tidak simetri( efusi pleura)
Perfusi pekat dan penurunan fremitus( cairan pleura/ penebalan pleura).
Bunyi nafas: menurun/ tidak ada secara bilateral/ unilateral( efusi pleura/ pneumotoraks).
Bunyi nafas tubuler dan / bisikan pectoral diatas lesi luas.
Krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussil)
Karakteristik sputum  hijau atau pleuren, mukoid kuning. Atau bercak darah. Deviasi trakeal (penyebaran broncogenik)
Tidak perhatian, mudah teransang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut)
f.       Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekana imun, contoh AIDS, Kanker.
Tes HIV positif
Tanda : Demam rendah / sakit panas akut
g.      Interaksi social
Gejala :   Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
h.      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga tuberculosis
Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk
Gagal untuk membaik / kambuhnya tuberculosis
Tidak berpartisipasi dalam terapi
Pertimbangan DRG menunjukkan berapa lama dirawat : 6,6 hari.
Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan / gangguan dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharan / perawatan di rumah.

i.        Pemeriksaan Diagnostik
1)   Kultur sputum : positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
2)   Ziehl-neelseh (pemeriksaan asam cepat pada gelas kaca untuk ucapan cairan darah) : positif untuk basil asam-cepat.
3)   Tes kulit (PPD,Mantoux,potogan vollmer) :reaksi positif (area indurasi 10mm/lebih besar,terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradelmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya anti bodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa tuberculosis aktif tidak dapat di turunkan/infeksi di sebabkan oleh mycrobacterium yang derada.
4)   ELISA/ wastern blot : dapat menyatakan adanya HIV
5)   Foto thorak : dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas tuberculosis dapat termasuk rongga,area fibrosa.
6)   Histology/kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urine dan cairan serebrospinal biospi kulit) :positif untuk mycrobacterium ruberculosis.
7)   Biopsi jarum pada jaringan paru :positif utr granuloma tuberculosis ; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
8)   Elektrolit : dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi ; contoh hiponat reqmia disebabkan oleh tidak normalnya resisten air dapat ditemukan pada tuberculosis paru kronis luas
9)   GAD : dapat normal tergantung lokasi,berat dan kerusakan sisa pada paru
10)    Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital,peningkatan ruang mati,peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total,dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim / fibrosis kehilangan jaringan paru,dan penyakit pleural (tuberculosis paru kronis luas)

F.     Diagnosa Keperawatan
1.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan  / tambahan  infeksi
2.      Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret kental / sekret darah
3.      Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan efusi pleura.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
5.      Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai kondisi,aturan tindakan,pencegahan berhubungan dengan kurang terpajan pada/salah satu interprestasi informasi

G.    Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan /tambahan infeksi
Tujuan : Pola hidup / prilaku berubah diadoptasi untuk mencegah penyebaran infeksi
Kriteria hasil : Mengidentifikasi Rencana Tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi
Menunjukan teknik / melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman
Rencana Tindakan :
Mandiri
a.    Kaji patologi penyakit (aktif /fesa tak aktif :di seminasi infeksi melalui bronkus  untuk membatasi jaringan / melalui aliran darah / system limpotik) dan potensial penyebaran infeksi melalui deroplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertrawa, bernyanyi.
b.    Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.
c.    Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan tisu dan menghindari meludah, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan tehnik mencuci tangan yang  tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.
d.   Kaji tindakan control infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernapasan
e.    Awasi suhu sesuai indikasi
f.     Identifikasi factor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberculosis, contoh tahapan bawah (alkoholisme, mal nutrisi/ bedah bypass intestinal), gunakan obat penekan imun/ fortikosteroid adanya diabetes mellitus, kanker, kalium.
g.    Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
h.    Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodic terhadap sputum untuk lamanya terapi
i.      Dorong emilih/ mencerna makanan seimbang, beri makan porsi kecil tapi sering kolaborasi
j.      Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi, contoh obat utama : isoniazid (INH), etambutal (myambutol), rifampin (RMP/ Rifadin).
k.    Pirazinamida (PZA/ aldenamit) : para amino salisik (PAS): sikloserin (seromucin) ; streptomisin (strycin).
l.      Laporkan kedepartemen kesehatan local

Diagnosa 2 : Tidak efektif bersihan jalan nafasa berhubungan dengan sekret kental/ sekret darah.
Tujuan       : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas pasien
                       Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki / mempertahankan bersihan jalan   napas
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi
Mengidentifikasi potensial, komplikasi dan lakukan tindakan tepat
Rencana Tindakan  :
Mandiri
a.       Penggunaan otot aksesori
b.      Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum, adanya hepopisis.
c.       Berikan pasien posisi semi fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
d.      Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
e.       Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml / hari kecuali kontra indikasi Kolaborasi
f.       Lembabkan udara / oksigen inspirasi
g.      Beri obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, contoh asetils sistein (mucomyst) Bronco dilator, contoh okstripillin (choledyl) ; teofilin (theo-dur) Kortikosterid (prednison)
h.      Bersiap untuk / membantu intubasi darurat

Diagnosa 3 : Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan pertukaran efektif paru, Atelektasis.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria hasil : Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
                        Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
                        Bebas dari gejala distress pernapasan
Rencana Tindakan :
Mandiri
a.       Kaji dispnea, takipnea tidak normal/menurunnya bunyi napas,peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
b.      Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran,contoh syanosis dan / perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
c.       Tunjukan / dorong napas bibir delama ekshalasi, khususnya ntuk pasien dengan fibrosis / kerusakan parenkim
d.       Tingkatkan tirah baring / batasi akitifitas dan bantu aktifitas perawat an diri sesuai keperluan.
Kolaborasi
e.       Awasi seri GDA / nadi oksimetri
f.       Berikan oksigen tambahan yang sesuai

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :     Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
                          Melakukan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan Mempertahankan berat yang tetap
Rencana Tindakan :
Mandiri
a.       Catat status nutrisi pesien pada penerimaan,catat turgor kulit,berat badan dan derajat kekurangan barat badan,intergritas mokosa oral,kemampuan / ketidak mampuan menelan. Adanya tonus usus,r iwayat mual  / muntah, atau diare.
b.      Pastikan pola diet biasa pasien yang disukai / tak disukai
c.       Awasi masukan / pengeluaran dan muntah dan berat badan secara priodik
d.      Selidiki anoreksia,mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat,awasi frekuensi ,volume, konsistensi feses
e.       Dorong dan berikan periode istirahat sering
f.       Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
g.      Dorong makan sedikit dan sering dengan makan tinggi protein dan karbonhidrat
h.      Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pesien kecuali kontra indikasi
Kolaborasi :
i.        Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet
j.        Konsul dengan terapi pernafasan utuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum / setelah makan
k.      Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh protein serum dan albumin
l.        Berikan anti piretik tepat

Diagnosa 5 : Kurang pengetahuan / kebutuhasn belajar mengenai kondisi, aturan tindakan,pencegahan berhubungan dengan kurang terpajan pada / salah satu interpretasi  informasi.
Tujuan : Mengetahui proses penyakit dan program pengobatan
Kriteria hasil    :    Menyatakan pemahaman proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan prilaku / perubahan pola hidup,untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunnya risiko pengaktifan ulang tuberculosis. Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi / Rencana Tindakan  Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adekuat
Rencana Tindakan :
Mandiri
a.       Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat akut, masalah kelemahan, tingkatan partisipasi,lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar, seberapa banyak isi,media terbaik,siapa yang terlihat
b.      Identifikasi gejala yang harus di laporkan ke perawat , contoh hemoptisis, nyeri dada,demam,kesulitan bernafas,kehilangan pendengaran,vertigo
c.       Tekanan pentingnya mempertahankan perotein tinggi dan diet karbonhidrat  dan pemasukan cairan adekuat (rujuk DK : nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh, hal 246)
d.      Berikan intruksi dan informasi tertulis khusus padav pasien untuk rujukan,contoh jadwal obat.
e.       Jelaskan dosis obat,frekuensi pemberian, kerja yang di harapkan dan alasan pengobatan lama, kaji potensial interaksi dengan obat / substansi lain
f.       Kaji potensial efek samping pengobatan (contoh mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala,hipertensi ortostatik) dan pemecahan masalah.

H.    Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan  untuk  mencapai  tujuan  yang
spesifik. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
1.    Tahapan tindakan perawatan terdapat dua tahap dalam tindakan keperawatan
a.         Tahap Persiapan
Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan :
1)      Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan
2)      menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan
3)      Mengetahui komplikasi dan tindakan keperawatan yang mungkin timbul
4)      Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5)      Mempersiapkan lingkungan yang kognitif sesuai tindakan yang akan dilaksanakan
6)      Mengidentifikasikan aspek-aspek hukum dan etik terhadap resiko dan potensial tindakan

b.    Tahap Rencana Tindakan
Fokus terhadap pelaksanan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab secara profesional sebagaimana terhadap dalam standar praktek keperawatan meliputi tindakan :
1)         Independen
Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau dari tenaga kesehatan lainnya. Tipe dari tindakan keperawatan Independen dikatagorikan menjadi 4 yaitu :
a)      Tindakan Diagnostik meliputi :
(1).   Wawancara denga klien
(2).   Observasi dan pemeriksaan fisik
(3).   Pemeriksaan laboratorium

b)        Tindakan Terapeutik
Untuk mengurangi, mencegah dan mengatasi masalah klien
c)        Tindakan Edukatif
Untuk merubah perilaku klien melalui promosi kesehatan dam pendidikan kesehatan pada klien
d)       Tindakan Merujuk
Ditekankan padal kemampuan perawat dalam mengambil keputusan klinik tentang keadaan klien dan kemampuan melaksanakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
2)   Interdependen
Tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
3)    Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencan tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suau cara dimana tindakan medis dilaksanakan.

c.       Tahap Dokumenter
Pelaksanan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

I.       Evaluasi Keperawatan
  1. Pengertian
Merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakuakan identifikasi sajauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak.

b.      Jenis Evaluasi
1)      Evaluasi Formatif  : menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan Rencana Tindakan dengan respon segera.
2)      Evaluasi sumatif    : merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada setiap tahap perencanaan.
Evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai criteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, atau tercapai sebagian.
Tujuan tercapai apabila tujuan tercapai secara keseluruhan.
Tujuan tercapai sebagai apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya.
Tujuan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kearahan kemajuan sebaimana criteria yang diharapkan.

c.       Tahap Evaluasi
Penentuan keputusan yang mengacu pada tujuan, terdapat 3 kemungkinan keputusan tahap ini:
1.      Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan
2.      Klien masuk dalam proses mencapai hasil yang ditentukkan
3.      Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukkan


                 
 BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    Pengkajian Keperawatan
1.      Identitas klien
Tn. S jenis kelamin laki-laki, umur 65 tahun, masuk rumah sakit pelni Jakarta di ruang kenanga tanggal 15 Oktober 2011 nomor register 33.71.28 dengan diagnose susp Hepatitis Drug eruption ec obat anti TB, riwayat putus obat 2 minggu, klien sudah menikah, agama Islam, suku betawi, pendidikan terakhir SMP, Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa Indonesia, pekerjaan pensiunan PLN, alamat Kp. Gubungan RT 05/RW 03 Desa. Maja Kec. Maja Lebak Banten. Sumber biaya dari perusahaan, sumber informasi dari klien dan isteri klien.

2.      Resume
Klien Tn. S 65 Tahun datang ke IGD rumah sakit Pelni pada tanggal 15 Oktober 2011 pukul 12.00 WIB dengan keluhan mual dan muntah sudah 2 hari yang lalu, napsu makan menurun, sesak napas. tanda-tanda vital dengan hasil TD   120/80  mmHg, N   84 x/mnt, P   22 x/menit, Suhu   36oC.. Masalah keperawatan yang didapat yaitu bersihan jalan napas. Tindakan mandiri perawat dengan memberikan posisi semi fowler, memasang 02 2 liter/menit via kanul nasal, melonggarkan pakaian, memberikan minum air hangat, melakukan tindakan kolaborasi dengan memasang infuse Dextrose 5 % 28 tetes/menit, memberikan obat injeksi 1 ampul Acran (150 mg), 1 ampul Invomit (4 mg). memeriksakan darah DPL, ureum, creatinine, Na, K, Cl, GDS, SGOT, SGPT dengan hasil. Hb   15.2 g/dl (13.5-18.0), Lekosit   5.70 10^3/uL(5.00-10.00), LED   2 mm/jam (<10), Trombosit   216 10^3/uL (150-450), Ht : 44 % (38.0-54.0), ureum   41 mg/dl (13-49), creatinin   1.6 mg/dl (0.7-1.3), Natrium,   140 mmol/L (136-146), kalium    3.9  mmol/L (3.5-5.0), Clorida   111 mmol/L (98-106), GDS   118 mg/dl (80-140), SGOT   263 u/L

(< 34), SGPT   123 u/L (< 73). Pukul 13.00 WIB klien dipindahkan ke ruang perawatan kenangan kamar 2 bed 10 dengan keluhan sesak, rasa mual masih

ada, kepala pusing dan badan terasa lemas. Masalah keperawatan yang muncul yaitu gangguan pola napas dan gangguan nutrisi. Dilakukan tindakan mandiri dengan memberikan posisi semi fowler, memberikan O2 2liter/menit via kanul nasal, memberikan lingkungan yang nyaman,  memberikan air hangat, mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD   110/70  mmHg, N   80 x/mnt, P   22 x/menit, Suhu   36.3oC. Pada tanggal 19 Oktober 2011 pukul 09.00 WIB dilakukan pengkajian. Evaluasi secara umum klien mengatakan masih sesak, mual, pusing dan badan masih terasa  lemas.

3.    Riwayat Keperawatan
a.         Riwayat Keperawatan Sekarang
Keluahan utama terasa sesak setelah beraktivitas, mual dan muntah 2 hari yang lalu. Kronologis keluhan : factor pencetus setelah minum obat OAT selama 2 minggu, timbul keluhan secara bertahap, lamanya sudah 2 hari, upaya mengatasi dengan berobat ke dokter.
b.         Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit sebelumnya pada tahun 1974 pernah menderita TB Paru dan pengobatan selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh, selanjutnya klien tidak pernah kontrol. Riwayat alergi obat tidak ada, Alergi makanan yaitu udang dan ikan tongkol, riwayat pemakaian obat yaitu Etambutol, ripamfizin dan pirazinamid.
c.         Riwayat Kesehatan Keluarga (genogram dan keterangan tiga generasi dari klien)
 











Keterangan :
               : Laki-laki                                            : Klien
               : Perempuan                                        : Garis perkawinan
               : laki-laki meninggal                            : Garis Keturunan
               : Perempuan meninggal                       : Tinggal Serumah

Klien Tn. S anak pertama dari 5 bersaudara, klien tinggal bersama isteri dan anak pertamanya serta 3 cucu, anggota keluarga klien tidak ada yang menderita sakit TB Paru, menurut klien ayah dan ibu klien meninggal karena usia lanjut. Anak klien yang ke-2 sudah meninggal karena kecelakaan. Kondisi lingkungan sekitar rumah baik. Sinar matahari dan venilasi cukup.

d.        Riwayat psikososial dan spiritual
Orang terdekat dengan klien adalah isteri dan anak pertama klien. Interaksi dalam keluarga, pola komunikasi secara verbal, Pembuat keputusan klien, kegiatan kemasyarakatan tidak ada, dampak penyakit klien terhadap keluarga keluarga tampak cemas tentang penyakitnya masalah yang mempengaruhi klien tentang penyakitnya, mekanisme koping terhadap stress dengan pemecahan masalah, persepsi klien terhadap penyakitnya, hal yang sangat dipikirkan saat ini : penyakit yang tidak sembuh-sembuh , harapan setelah menjalani perawatan : sembuh dan dapat aktivitas kembali,  perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : merasa tidak berdaya. System nilai kepercayaan : nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan tidak ada, aktivitas agama/ kepercayaan yang dilakukan dengan beribadah sesuai dengan agama yang dianut. Kondisi lingkungan rumah, menurut anak klien rumah lingkungan tidak padat, sinar matahari bisa masuk kedalam rumah.

Pola kebiasaan sebelum  sakit. Pola nutrisi, frekwensi makan 3 x/hari, nafsu makan kurang karena mual dan kadang muntah, porsi makan yang dihabiskan ½ porsi, makanan yang tidak disukai tidak ada, makanan yang membuat alergi yaitu udang dan ikan tongkol, makanan pantangan tidak ada, makanan diet tidak ada, penggunaan obat-obatan sebelum makan tidak ada, penggunaan alat bantu makan tidak ada.  Pola eliminasi, BAK frekwensi 8 x/hari, warna kuning jernih, penggunaan alat bantu (kateter) tidak ada, BAB frekwensi 1 – 2  x/hari , waktu pagi hari, warna kuning, konsistensi lembek, keluhan saat BAB tidak ada, penggunaan laxatife tidak ada. Pola personal hygiene, mandi frekwensi 2 kali/ hari, waktu pagi dan sore, oral hygiene frekwensi 2 kali/hari waktu pagi dan sore, cuci rambut 3 kali / minggu. Pola istirahat / tidur, lama tidur siang 1 jam / hari, lama tidur malam 9 jam / hari, kebiasaan sebelum tidur tidak ada. Pola aktivitas dan latihan, waktu bekerja tidak ada,  olah raga kadang jalan kaki, frekwensi 2x/minggu, keluhan saat beraktivitas klien mengatakan sesak, napas bertambah berat setelah beraktivitas,. Kebiasaaan yang mempengaruhi kesehatan kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan : klien merokok 4-5 batang/hari, jumlah 5 batang, lama pemakaian 10 tahun, klien tidak mengkonsumsi minuman keras / NAPZA.

Pola kebiasaan dirumah  sakit. Pola nutrisi, frekwensi makan 3 x/hari, nafsu makan kurang baik, porsi makan yang dihabiskan ¾  porsi, makanan yang tidak disukai tidak ada, makanan yang membuat alergi udang, makanan pantangan tidak ada, makanan diet lunak DH 3, penggunaan obat-obatan sebelum makan tidak ada, penggunaan alat bantu makan tidak ada.  Pola eliminasi, BAK frekwensi 10 x/hari, warna kuning seperti teh, penggunaan alat bantu (kateter) tidak ada, BAB frekwensi 2 x/hari , waktu pagi hari, warna kuning, konsistensi padat, keluhan saat BAB tidak ada, penggunaan laxatife tidak ada. Pola personal hygiene, mandi frekwensi 2 kali/ hari, waktu pagi dan sore, oral hygiene frekwensi 2 kali/hari waktu pagi dan sore, cuci rambut  belum pernah selama dirumah sakit. Pola istirahat / tidur, lama tidur siang tidak pasti, lama tidur malam 8  jam / hari, kebiasaan sebelum tidur tidak ada.

Pola aktivitas dan latihan, waktu bekerja tidak ada,  olah raga tidak dilakukan, keluhan saat beraktivitas klien mengatakan napas berat saat  berjalan ke kamar mandi. Kebiasaaan yang mempengaruhi kesehatan kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan : klien tidak merokok, klien tidak mengkonsumsi minuman keras / NAPZA.

4.    Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2011 pukul 09.00 WIB, pemeriksaan fisik umum, berat badan sekarang 58 Kg, berat  badan sebelum sakit   65 Kg (1 bulan yang lalu), tinggi badan 156 cm, keadaan umum sedang, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada.

Sistem penglihatan : posisi mata simetris , kelopak  mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva merah muda, kornea keruh/berkabut, sclera ikerik, pupil isokor, otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda radang tidak ada, pemakaian kacamata jenis positif (+8), pemakaian lensa kontak tidak ada, reaksi terhadap cahaya positif.

System pendengaran : daun telinga normal, karakteristik serumen tidak ada, kondisi telinga tengah normal, tidak terdapat cairan ditelinga, tidak ada perasaan penuh di telinga, tidak ada tinnitus, fungsi pendengaran kurang, tidak ada gangguan keseimbangan, tidak memakai alat bantu dengar, sistem wicara normal.

Sistem pernafasan, jalan nafas tidak ada sumbatan slym, pernapasan sesak dan berat serta cepat, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, frekuensi 20 x/ menit, irama teratur, jenis pernapasan spontan, kedalaman dangkal, batuk ada kadang-kadang, sputum ada warna putih, konsistensi kental, tidak terdapat darah, palpasi dada vesikuler, perkusi dada redup, suara napas ronchi, nyeri saat bernapas ada, tidah menggunakan alat bantu napas.

Sistem kardiovascular :  sirkulasi peripher nadi 80 x/ menit, irama teratur, denyut kuat,  tekanan darah 90/70 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat, pengisian kapiler 2 detik, tidak ada edema. Sirkulasi jantung ; kecepatan denyut epical 88 x/menit, irama tidak teratur, tidak ada kelainan bunyi jantung,  sakit dada saat beraktivitas seperti tertimpa benda berat skala nyeri 2-3.

Sistem hematologi : gangguan hematologi : pucat tidak ada, tidak ada perdarahan. Sistem syaraf pusat : keluhan sakit kepala pusing, tingkat kesadaran komposmentis, GCS; E   4, M   6, V   5. tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sistem persyarafan. Pemeriksaan reflex : reflex fisiologis  normal, reflex patologis : tidak.

Sistem pencernaan ; keadaan mulut : gigi tidak ada caries, tidak menggunakan gigi palsu, stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, saliva normal, tidak ada muntah, tidak ada nyeri didaerah perut, bising usus 10 x/ menit, tidak ada diare, warna faeces kuning, konsistensi setengah padat, tidak ada konstipasi,  hepar tidak teraba, abdomen lembek.

Sistem endokrin ; tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, poliuri, polidipsi dan poliphagi tidak ada, tidak terdapat luka gangren.

Sistem urogenital : balance cairan, intake   600 cc, output   800 cc, tidak ada perubahan pola kemih, warna BAK kuning kental cokelat, tidak terdapat distensi / ketegangan kandung kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang.

Sistem integumen ; turgor kulit baik, temperature hangat, warna pucat, keadaan baik, tidak ada bekas insisi operasi, tidak ada gatal-gatal, tidak ada kelainan kulit, kondisi kulit post pemasangan infuse agak kemerahan, bengkak dan ditekan terasa nyeri, Keadaan rambut, tekstur baik dan bersih.

Sistem musculoskeletal ; tidak ada kesulitan dalam pergerakan tidak ada sakit pada tulang dan sendi, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi, tidak ada kelainan struktur tulang belakang. keadaan tonus otot baik, kekuatan otot.
4 4 4 4   4 4 4 4
4 4 4 4   4 4 4 4
 



Data tambahan (pemahaman tentang penyakit) : keluarga belum memahami tentang penyakit yang diderita oleh klien.

5.    Data penunjang
Hasil hematologi tanggal 15 oktober 2011 Hb   15.2 g/dl (13.5-18.0), Lekosit   5.70 10^3/uL(5.00-10.00), LED   2 mm/jam (<10), Trombosit   216 10^3/uL (150-450), Ht : 44.0 % (38.0-54.0). kimia klinik ureum   41 mg/dl (13-49), creatinin   1.6  mg/dl (0.7-1.3),  SGOT   263 u/L (< 34), SGPT   123 u/L (< 73), GDS   120 mg/dl (80-140). Hasil foto thorax kesan : TB Paru lama aspek aktif. Hasil mikrobiologi BTA I negatif, BTA II negatif, BTA III negatif, kimia klinik Natrium,   140 mmol/L (136-146), kalium    3.9  mmol/L (3.5-5.0), Clorida   111 mmol/L (98-106). Hasil GDS tanggal 18 Oktober 2011 jam 22 hasil 118 mg/dl (80 – 140), hasil laboratorium tanggal 20 Oktober 2011 Kimia klinik Alk fosfatase   58 u/L (1-240), Bill T   0.65 mg/dl (0.30-1.20), Bill direk   0.31 mg/dl (< 0.2), Bill Indirek   0.32 mg/dl (0.00 – 1.00), T Protein   5.9 g/dl (5.7 -8.2), Alb   3.7 g/dl (3.2 – 4.8), Globulin   2.2 g/dl (1.8 – 5.3), SGOT   29 u/L (< 34), SGPT   61 u/L (< 73), gamma GT   54 u/L (< 79).  

6.    Penatalaksanaan (Therapi / pengobatan termasuk diet)
Farmakotherapi yang diberikan yaitu obat oral : Hp Pro 3 x 1 cap diberikan pukul 08.00, 14.00, 18.00 WIB, fartolyn syr 3 x 1cth diberikan pukul 08.00, 13.00, 19.00 WIB, Ofloxacin 400 mg 1 x 1 tab diberikan pukul 08.00 WIB, cardismo 2 x 1 tab diberikan pukul 08.00 dan 18.00 WIB, CPG 1 x 1 tab diberikan pukul 08.00 WIB, Trizedone MR 2 x 1 tab diberikan pukul 08.00 dan 18.00 WIB, Renapar 1 x 1 tab diberikan pukul 08.00 WIB, Lasix 1 x ½ tab diberikan pukul 08.00 WIB, Curliv plus 2 x 1 tab diberikan pukul 08.00 dan 18.00 WIB.

7.    Data fokus
Data subjektif : klien  mengatakan napas terasa sesak dan cepat setelah beraktivitas (pergi ke kamar mandi), mual kadang-kadang, nafsu makan masih kurang, berat badan sebelum sakit   65 Kg (satu bulan yang lalu), batuk kadang-kadang, slym tidak ada, badan terasa lemas, kepala terasa pusing saat bangun tidur, bila malam badan terasa panas, klien pernah menderita TB Paru pada tahun  1974, minum obat selama 6 bulan dan tidak pernah kontrol kembali, klien masih  suka bertanya tentang penyakitnya.

Data Objektif :
Hasil TTV ; tekanan darah   90/70 mmHg, pernapasan   20 x/menit, Suhu   37.2 oC, Nadi   80 x/menit, klien tampak agak lemah, batuk ada, makan tidak habis 1 porsi,  Hasil foto thorax kesan : TB Paru lama aspek aktif. Hasil mikrobiologi BTA I negatif, BTA II negatif, BTA III negatif, Hasil hematologi tanggal 15 oktober 2011 Hb   15.2 g/dl (13.5-18.0), Lekosit   5.70 10^3/uL(5.00-10.00), LED   2 mm/jam (<10), Trombosit   216 10^3/uL (150-450), Ht : 44.0 % (38.0-54.0). kimia klinik ureum   41 mg/dl (13-49), creatinin   1.6  mg/dl (0.7-1.3),  SGOT   263 u/L (< 34), SGPT   123 u/L (< 73), GDS   120 mg/dl (80-140). Hasil foto thorax kesan : TB Paru lama aspek aktif. kimia klinik Natrium,   140 mmol/L (136-146), kalium    3.9  mmol/L (3.5-5.0), Clorida   111 mmol/L (98-106). Hasil GDS tanggal 18 Oktober 2011 jam 22 hasil 118 mg/dl (80 – 140), hasil laboratorium tanggal 20 Oktober 2011 Kimia klinik Alk fosfatase   58 u/L (1-240), Bill T   0.65 mg/dl (0.30-1.20), Bill direk   0.31 mg/dl (< 0.2), Bill Indirek   0.32 mg/dl (0.00 – 1.00), T Protein   5.9 g/dl (5.7 -8.2), Alb   3.7 g/dl (3.2 – 4.8), Globulin   2.2 g/dl (1.8 – 5.3), SGOT   29 u/L (< 34), SGPT   61 u/L (< 73), gamma GT   54 u/L (< 79).  

8.         Analisa Data
NO
DATA
MASALAH
ETIOLOGI
1
Data Subjektif :
Klien mengatakan batuk sudah 2 bulan tidak sembuh, sputum kadang-kadang ada / kadang-kadang tidak, napas terasa sesak setelah beraktivitas
Data Objektif :
Batuk, sputum tidak ada, sesak (ringan), Hasil mikrobiologi BTA I negatif, BTA II negatif, BTA III negatif. TTV ; tekanan darah   90/70 mmHg, pernapasan   20 x/menit, Suhu   37.2 oC, Nadi 80 x/menit, Hasil foto thorax kesan : TB Paru lama aspek aktif.
Jalan napas tidak efektif
Sputum sulit dikeluarkan
2
Data Subjektif :
Klien mengatakan sudah minum obat OAT selama 2 minggu, 2 hari sebelum masuk rumah sakit timbul mual dan muntah, nafsu makan menurun, badan terasa lemas, dalam waktu 1 bulan berat badan turun 7 Kg,  berat badan sebelum sakit   65 Kg (satu bulan yang lalu), berat badan sekarang  58 Kg, tinggi badan 156 cm.
Data Objektif :
Makan habis ¾ porsi, berat badan sekarang  58 Kg, tinggi badan 156 cm. SGOT   263 u/L (< 34), SGPT   123 u/L (< 73), Bill T   0.65 mg/dl (0.30-1.20), Bill direk   0.31 mg/dl (< 0.2), Bill Indirek   0.32 mg/dl (0.00 – 1.00),  Alb   3.7 g/dl (3.2 – 4.8).
Perubahan nutrisi
Anoreksia  
3
Data Subjektif :
Klien mengatakan tahun 1974 pernah menderita TB Paru, tetapi tidak pernah kontrol setelah dinyatakan sembuh. Tinggal satu rumah dengan  isteri, anak dan 3 orang cucunya, bila batuk membuang ludah tidak memakai tempat dan tidak mau menutup mulut.
Data Objektif :
Klien bila batuk tidak menutup mulut,  hasil foto thorax TB Paru lama, aspek aktif. TTV  tekanan darah   90/70 mmHg, pernapasan   20 x/menit, Suhu   37.2 oC, Nadi 80 x/menit. Lekosit 5.70 10^3/uL (5.00-10.00)
Resiko penularan penyakit
Kurangnya pengetahuan
4
Data Subjektif :
Klien mengatakan  kepala terasa pusing saat bangun dari tidur, badan terasa lemas bila berjalan sempoyongan, napas terasa sesak setelah berjalan kekamar mandi.
Data Objektif :
TTV ; tekanan darah   90/70 mmHg, pernapasan   20 x/menit, Suhu   37.2 oC, Nadi   80 x/menit, klien tampak lemah, pemenuhan kebutuhan kebersihan diri dengan bantuan
Gangguan pemenuhan kebersihan diri
Intoleransi aktivitas

B.       Diagnosa Keperawatan
1.    Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan.
2.    Resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3.    Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
4.    Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

C.      Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
1.      Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan.
Data Subjektif   : Klien mengatakan batuk sudah 2 bulan tidak sembuh, sputum kadang-kadang ada / kadang-kadang tidak, napas terasa sesak setelah beraktivitas.
Data Objektif    :  Batuk, sputum tidak ada, sesak (ringan), Hasil mikrobiologi BTA I negatif, BTA II negatif, BTA III negatif. TTV ; tekanan darah   90/70 mmHg, pernapasan   20 x/menit, Suhu   37.2 oC, Nadi   80 x/menit, Hasil foto thorax kesan : TB Paru lama aspek aktif.
Tujuan               : Pernapasan eefektif selama perawatan 1 x 24 jam.
Kriteria hasil      : Sesak tidak ada, cymosis tidak ada, Tekanan darah   110/70 – 130/90 mmHg, Nadi   60-88 x/menit, Suhu   36-37 o C, Pernapasan   16-20 x/menit.
Rencana tindakan :
a.       Awasi tanda-tanda vital setiap jam 05.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00 atau bila diperlukan sewaktu-waktu.
b.      Berikan 02 2 liter/menit jika diperlukan
c.       Berikan minum air hangat
d.      Anjurkan kepada klien untuk batuk efektif
e.       Berikan obat fartolin syr 1 sdm jam 08.00,13.00, dan 18.00 WIB
f.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.

Pelaksanaan     :
Tanggal 19 Oktober 2011
Pukul 09.00 WIB menganjurkan klien untuk banyak istirahat dan kalau perlu BAK ditempat tidur, menganjurkan bila minum dengan air hangat. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   90/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 37.2 oC. 12.30 WIB memberikan obat 1 sdm fartolin. Pukul 14.00 WIB mengobservasi klien masih terasa sesak setelah beraktivitas, badan masih terasa lemas, batuk masih ada, sputum tidak ada, menganjurkan klien untuk batuk efektif. Pukul 15.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   130/80 mmHg, nadi   88 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.8 oC. Pukul 18.00 WIB memberikan obat oral 1 Cth Fartolyn syrup. Pukul 23.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   120/80 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   18 x/menit, suhu 36.5 oC.

Tanggal 20 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   100/60 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.5 oC.
Pukul 08.00 WIB memberikan obat oral  1 cth Fartolin syr, ½ tab Lasix 40 mg, memberikan minum air hangat. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   130/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.6 oC dan memberikan minum air hangat. Pukul 13.00 WIB memberikan obat-obat oral 1 Cth Fartolyn. Pukul 15.00 WIB mengobservasi klien sedang tidur, sesak tidak ada. Pukul 16.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/70 mmHg, nadi   84 x/menit, pernapasan   19 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 18.00 WIB Memberikan obat oral 1 cth Fartolin syr. Pukul 22.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/60 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 37.0 oC. Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   90/60 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.1 oC.

Tanggal 21 Oktober 2011
Pukul 08.15 WIB memberikan obat oral 1 cth Fartolin syr, ½ tab Lasix 40 mg. Pukul 10.00 WIB mengobservasi klien sedang tidur. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   18 x/menit, suhu 36.6 oC. Klien ada batuk dan klien dianjurkan untuk batuk efektif.


Evaluasi
Tanggal 19 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subjek      :    klien mengatakan batuk dan sesak masih ada
Objektif   :    klien masih tampak sesak setelah beraktivitas, batuk kadang-kadang, tekanan darah   90/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 37.2 oC.
Analisa     :    tujuan belum tercapai
Planing     :    intervensi dilanjutkan
a.    Awasi tanda tanda vital setiap jam (05.00- 11.00- 15.00 – 19.00- 23.00)
b.    Memberikan o2 2 L/menit bila di perlukan.
c.    Memberikan minum air hangat.
d.   Ajarkan klien untuk batuk efektif.
e.    Meberikan obat sirup fertolin 1sdm dan ½ tab lasik.
f.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.

Tanggal 20 Oktober 2011 pukul 07.00 WIB
Subjektif :    klien mengatakan batuk kadang-kadang, sesak tidak ada
Objektif   :    klien dapat bernapas spontan dan efektif
Analisa    :    tujuan tercapai sebagian
Planing    :    intervensi dilanjutkan
a.    Awasi tanda tanda vital setiap jam (05.00- 11.00- 15.00 – 19.00- 23.00)
e. Meberikan obat sirup fertolin 1sdm dan ½ tab lasik.
f.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.

Tanggal 21 Oktober 2011 pukul 14.00 WIB
Subjektif :    Klien mengatakansesak sudah tidak ada
Objektif   :    klien tampak rilek
Analisa     :    tujuan trrcapai sebagian
Planing     :    intervensi di lanjutkan oleh perawat ruangan
a.    Awasi tanda tanda vital setiap jam (05.00- 11.00- 15.00 – 19.00- 23.00)
e. Meberikan obat sirup fertolin 1sdm dan ½ tab lasik.
f.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.


2.      Resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Data Subjektif   : Klien mengatakan sudah minum obat OAT selama 2 minggu, 2 hari sebelum masuk rumah sakit timbul mual dan muntah, nafsu makan menurun, badan terasa lemas, dalam waktu 1 bulan berat badan turun 7 Kg,  berat badan sebelum sakit   65 Kg (satu bulan yang lalu), berat badan sekarang  58 Kg, tinggi badan 156 cm.
Data Objektif    : Makan habis ¾ porsi, berat badan sekarang  58 Kg, tinggi badan 156 cm, SGOT   263 u/L (< 34), SGPT   123 u/L (< 73), Bill T   0.65 mg/dl (0.30-1.20), Bill direk   0.31 mg/dl (< 0.2), Bill Indirek   0.32 mg/dl (0.00 – 1.00),  Alb   3.7 g/dl (3.2 – 4.8).
Tujuan               : kebutuhan  nutrisi terpenuhi  selama dalam perawatan
Kriteria hasil      :  berat badan stabil, makan bisa habis 1 porsi, mual dan muntah tidak ada.
Rencana tindakan :
a.       Kaji tingkat nutrisi klien, intake oral, jumlah kalori, makanan yang disukai, pola makan.
b.      Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan bervariasi.
c.       Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
d.      Timbang berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien.
e.       Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diit yang tepat pada penyakit TB (TKTP)
f.       Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
g.      Berikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro dan 1 tab Curliv
h.      Kolaborasi pemeriksaan sampel darah SGOT/SGPT, albumin, globulin, billirubin dan PTT.

Pelaksanaan     :
Tanggal 19 Oktober  2011
Pukul 11.00 WIB menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering. Pukul 12.00 WIB menganjurkan kepada klien agar menghabiskan makanan agar badan tidak lemas, klien makan habis ¾ porsi. 12.30 WIB memberikan obat 1 tab Hp Pro. Pukul 14.00 WIB mengobservasi  klien mengatakan mual masih ada. Pukul 18.00 WIB mengobservasi klien makan habis ¾ porsi, memberikan obat oral 1 tab HP Pro, 1 tab Curliv. Pukul 19.00 WIB kolaborasi dengan dokter besok akan diperiksakan billirubin, SGOT, SGPT, albumin/globulin.

Tanggal 20 Oktober  2011
Pukul 07.00 WIB mengevaluasi klien sedang makan, mual muntah berkurang, badan sudah tidak begitu lemas. Pukul 08.00 WIB mengobservasi klien makan habis 1 porsi. Memberikan obat oral  1 tab HP Pro, 1 tab Curliv. Pukul 10.00 WIB mengambil sampel darah untuk pemeriksaan SGOT, SGPT, Albumin, Globulin, Billirubin total, Bill Direk, Bill indirek, PTT sebanyak 11 cc, 8 cc beku untuk SGOT, SGPT, Albumin, Globulin, Billirubin total, Bill Direk, Bill indirek, dan 3 cc untuk darah PTT. Evaluasi klien tampak tenang, kondisi kulit daerah penusukan tidak ada hematoma. Pukul 12.30 WIB mengobservasi klien makan habis 1 porsi, mual dan muntah tidak ada. Pukul 13.00 WIB memberikan obat-obat oral 1 tab HP Pro. Pukul 18.00 WIB mengobservasi klien makan habis 1 porsi, mual dan muntah tidak ada. Memberikan obat oral 1 tab HP Pro, 1 tab Curliv.

Tanggal 21 Oktober  2011
Pukul 07.00 WIB evaluasi : klien tampak segar, mual dan muntah sudah tidak ada, badan sudah tidak lemas. Pukul 08.00 WIB mengobservasi klien sedang duduk, makan habis 1 porsi, mual tidak ada. Pukul 08.15 WIB memberikan obat oral 1 tab HP Pro, 1 tab Curliv. Pukul 10.00 WIB mengobservasi klien sedang tidur. Pukul 12.00 WIB mengobservasi klien  makan habis 1 porsi, mual tidak ada. Pukul 13.00 WIB memberikan obat oral 1 tab HP Pro. Pukul 14.00 WIB evaluasi : klien mengatakan mual dan muntah sudah tidak ada.

Evaluasi
Tanggal 19 Oktober  2011 Pukul 14.00 WIB
Subjektif  :    klien mengatakan mual masih ada, muntah tidak ada
Observasi :    makan tidak habis 1 porsi SGOT   236 u/L, SGPT   123 u/L
Analisa     :    tujuan belum tercapai
Planing     :    intervensi dilanjutkan
a.       Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan berfariasi
b.      Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali sesuai kondisi klien.
c.       Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi (diet TKTP)
d.      Memberikan obat obat oral 1tab Hp pro, 1 tab curliv

Tanggal 20 Oktober  2011
Subjektif :    klien mengatakan mual dan muntah sudah tidak ada
Objektif   :    makan habis 1 porsi.
Analisa     :    tujuan tercapai sebagian
Planing     :    Intervensi dilanjutkan
a.       Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan berfariasi
b.      Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali sesuai kondisi klien.
c.       Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi (diet TKTP)
g.      Memberikan obat obat oral 1tab Hp pro, 1 tab curliv

Tanggal 21 Oktober  2011
Subjektif  :    klien mengatakan mual dan muntah sudah tidak ada
Objektif   :    makan sudah habis satu porsi  SGOT 29 u/l SGPT 61 u/l Albumin 3.7 g/dl
Analisa     :    tujuan tercapai sebagian
Planing     :    intervensi di lanjutkan perawat ruangan
d.  Timbang berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien.
g.   Berikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro dan 1 tab Curliv

3.      Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
Data Subjektif : Klien mengatakan tahun 1974 pernah menderita TB Paru, tetapi tidak pernah kontrol setelah dinyatakan sembuh. Tinggal satu rumah dengan  isteri, anak dan 3 orang cucunya, bila batuk membuang ludah tidak memakai tempat dan tidak mau menutup mulut.
Data Objektif    : Klien bila batuk tidak menutup mulut,  hasil foto thorax TB Paru lama, aspek aktif. TTV ; tekanan darah   90/70 mmHg, pernapasan   20 x/menit, Suhu   37.2 oC, Nadi   80 x/menit, Lekosit   5.70 10^3/uL(5.00-10.00)
Tujuan               :  penyebaran penularan penyakit tidak terjadi
Kriteria Hasil     :  klien bila batuk mau menutup mulut, membuang ludah tidak sembarangan, mau minum obat secara teratur dan tidak putus  sebelum dinyatakan  sembuh.
Rencana tindakan :
a.       Kaji jenis TB fase akut (tidak aktif) untuk mencegah penularan
b.      Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada tempat yang tertutup.
c.       Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang telah diisi oleh cairan desinfektan.
d.      Indentifikasi orang lain yang beresiko tertular penyakit
e.       Lakukan perawatan isolasi seperti memakai masker.
f.       Kolaborasi pemeriksaan laboratotium BTA
g.      Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.

Pelaksanaan :              
Tanggal 19 Oktober 2011
Pukul 09.30 WIB menanyakan kepada klien apakah klien sudah paham atau mengerti dengan penyakitnya, klien menjawab klien belum mengerti. Pukul 10.00 WIB setiap batuk atau bersin klien tidak pernah menutup mulut. Memberikan penjelasan pada klien pentingnya menutup mulut saat bersin atau batuk  dan membuang sputum pada wadah yang tertutup untuk mencegah penularan pada keluarga. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   90/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 37.2 oC. Pukul 15.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   130/80 mmHg, nadi   88 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.8 oC. Pukul 23.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   120/80 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   18 x/menit, suhu 36.5 oC.
Tanggal 20 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   100/60 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.5 oC. Pukul 08.00 WIB memberikan obat oral  1 tab Ofloxacin 400 mg. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   130/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 14.00 WIB evaluasi : batuk kadang-kadang klien sudah menutup mulut jika batuk. Pukul 16.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/70 mmHg, nadi   84 x/menit, pernapasan   19 x/menit, suhu 36.6 oC.  Pukul 22.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/60 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 37.0 oC.

Tanggal 21 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   90/60 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.1 oC.  Pukul 08.15 WIB memberikan obat oral  1 tab Ofloxacin 400 mg. Pukul 09.00 WIB memberikan penjelasan tentang pengertian TB Paru, cara penularan TB Paru, tanda dan gejala penyakit TB Paru,  pemeriksaan yang diperlukan untuk mendeteksi penyakit TB Paru, komplikasi TB Paru, cara pencegahan penularan TB Paru, cara pengobatan TB Paru, cara perawatan TB Paru dirumah, cara minum obat TB Paru dengan benar. Klien mengerti tentang penjelasan yang diberikan dan mau menerapkan dan melaksanakannya. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   18 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 14.00 WIB evaluasi : klien mengatakan batuk kadang-kadang (sudah menutup mulut saat batuk).

Evaluasi
Tanggal 19 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subjektif :    klien mengatakan batuk masih ada slym tidak ada.
Objektif   :    klien masih belum menutup mulut saat batuk
Analisa     :    tujuan belum tercapai
Planing     :    Intervensi dilanjutkan
a Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan megeluarkan secret pada wadah atau tempat tertutu
b.  Anjurkan untuk membuang secret pada kloset.
c.   Identifikasi orang lain yang beresiko tertular penyakit.
d.  Lakukan perawatan isolasi seperti memakai masker.
e.  Mengambil sempel pemeriksaan laboraturium(BTA 3)
f.  Memberikan obat 1tb Ofloxasin 400 mg..

Tanggal 20 Oktober 2011 Pukul 07.00 WIB
Subjektif :    klien mengatakan batuk kadang-kadang masih ada, slym tidak ada
Objektif   :    klien sudah menutup mulut saat batuk
Analisa     :    tujuan tercapai sebagian
Planing     :    intervensi dilanjutkan  
b.    Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada tempat yang tertutup.
c. Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang  telah diisi oleh cairan desinfektan.
g.      Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.

Tanggal 21 Oktober 2011 pukul 14.00 WIB
Subjektif  :    klien mengatakan batuk sudah banyak berkurang sliem sadah tidak ada
 Objektif  :    klien selalu menutup mulut saat batuk
 Analisa    :    tujuan tercapai sebagian
 Planing    :    intervensi di lanjutkan oleh perawat  dan keluarga bila klien pulang.
b.    Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada tempat yang tertutup.
c. Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang  telah diisi oleh cairan desinfektan.
h.      Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.

4.      Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Data Subjektif   : Klien mengatakan  kepala terasa pusing saat bangun dari tidur, badan terasa lemas bila berjalan sempoyongan, napas terasa sesak setelah berjalan kekamar mandi.
Data Objektif`   :  TTV ; tekanan darah   90/70 mmHg, pernapasan   20 x/menit, Suhu   37.2 oC, Nadi   80 x/menit, klien tampak lemah, pemenuhan kebutuhan kebersihan diri dengan bantuan
Tujuan               :  Kebutuhan perawatan diri terpenuhi
Kriteria hasil      :  Klien dapat melakukan perawatan diri tanpa bantuan
Rencana tindakan :
a.       Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas : makan, eliminasi, mobilisasi, kebersihan perawatan diri.
b.      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan diri dimana klien  belum mampu melakukan sendiri.
c.       Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas.
d.      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
e.       Tingkatkan aktivitas pasien secara bertahap sesuai indikasi / kemampuan.
f.       Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam perencanaan aktivitas klien.

Pelaksanaan
Tanggal 19 Oktober 2011
Pukul 09.00 WIB menganjurkan klien untuk banyak istirahat dan kalau perlu BAK ditempat tidur saja. Pukul 14.00 WIB klien masih terasa sesak setelah beraktivitas, P 22 x.menit, badan masih terasa lemas. Pukul 15.00 WIB  mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   130/80 mmHg, nadi   88 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.8 oC. Mengkaji kemampuan klien dalam beraktivitas : makan bisa dilakukan sendiri. Untuk eliminasi (BAK) ditempat tidur, mobilisasi dengan bantuan minimal, kebersihan perawatan diri (mandi) dengan bantuan. Mengobservasi klien dibantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan diri (mandi, BAK) dimana klien  belum mampu melakukan sendiri. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan. Pukul 16.00 WIB mengobservasi klien sedang mandi dikamar mandi dibantu oleh isteri.

Tanggal 20 Oktober 2011
Pukul 14.00 WIB evaluasi : badan masih  agak lemas, pusing ringan. Pukul 15.00 WIB mengobservasi klien sedang tidur, sesak tidak ada. Pukul 16.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/70 mmHg, nadi   84 x/menit, pernapasan   19 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 16.30 WIB klien mandi di kamar mandi dibantu oleh isteri, sesak ringan. Pukul 21.00 WIB mengobservasi klien sudah tidur

Tanggal 21 Oktober 2011
Pukul 05.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   90/60 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   20 x/menit, suhu 36.1 oC. Pukul 06.00 WIB Mengontrol klien sedang mandi dikamar mandi dibantu isteri.  Pukul 07.00 WIB evaluasi : klien tampak segar, badan sudah tidak lemas.  Pukul 08.00 WIB mengobservasi klien sedang duduk, makan tanpa bantuan. Pukul 11.00 WIB mengukur TTV dengan hasil tekanan darah   110/70 mmHg, nadi   80 x/menit, pernapasan   18 x/menit, suhu 36.6 oC. Pukul 12.00 WIB mengobservasi klien  makan tanpa bantuan, badan sudah tidak lemas dan pusing sudah banyak berkurang.

Evaluasi
Tanggal 19 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subjektif :    klien mengatakan kepala masih terasa pusing,  badan masih lemas
Objektif   :    jalan agak sempoyongan
Analisa     :    tujuan belum tercapai
Planing     :    intervensi dilanjutkan .
a. Kaji kemampuan klien dalam beraktifitas (makan,eliminasi,kebersihan perawatan diri)
b. Bantu klien dalam memenuhi kebersihan diri di mana klien belum mampu melakukan sendiri.
c.  Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
d.  Anjurkan klien untuk beraktifitas sesuai kemampuan.
e. Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam pemenuhan kebersihan diri.

Tanggal 20 Oktober 2011 Pukul 07.00 WIB
Subjektif :     klien mengatakan pusing sudah berkurang, badan sudah tidak lemas
Objektif   :    klien tampak rileks,
Analisa     :    tujuan tercapai sebagian
Planing     :    intervensi dilanjutkan
b. Bantu klien dalam memenuhi kebersihan diri di mana klien belum mampu melakukan sendiri.
c. Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
e. Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam pemenuhan kebersihan diri.

Tanggal 20 Oktober 2011 Pukul 14.00 WIB
Subyektif :    klien mengatakan pusing sudah tidak ada badan sudah tidak lemes
Objektif   :    klien mampu memenuhi perawatan kebersihan diri tanpa bantuan
 Analisa    :    tujuan tercapai sebagian
 Planing    :    intervensi di lanjutkan perawat ruangan 
c.         Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah aktifitas
 


BAB IV
PEMBAHASAN

Pada Bab Ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus yang penulis dapatkan dalam melakukan penerapan Asuhann Keperawatan pada Tn. S dengan Tuberculosis Paru diruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta selama 3 hari perawatan dimulai dari tanggal 19 – 21 Oktober 2011 melalui asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

A.    Pengkajian Keperawatan
Penyebab Tuberculosis Paru adalah mycobacterium tuberculosis. Faktor predisposisi yang ditemukan yaitu faktor usia, kebiasaan merokok waktu muda. Sedangkan pada kasus penyebab Tuberculosis sama dengan teori. Manifestasi klinis pada teori dan kasus sama yaitu penurunan berat badan, batuk, penurunan napsu makan (anoreksia), kelemahan, mual dan muntah suhu sub febris. Pada pemeriksaan diagnostik secara teori ada kesamaan dengan kasus yaitu  pemeriksaan sputum BTA 3 kali, foto thorak, dan LED, elektrolit, SGOT, SGPT. Sedangkan pemeriksaan diagnostik yang ada pada teori tetapi tidak dilakukan pada kasus yaitu pemeriksaan ziehl-neeseh, tes TB (PPD) karena klien sudah lama menderita TB Paru pada tahun 1974,  kultur jaringan  biopsi, pemeriksaan fungsi paru tidak dilaksanakan karena tidak ada indikasi untuk tindakan tersebut. Elisa karena usia klien yang sudah 65 tahun.  Pada farmakoterapi yang ada pada teori yaitu dengan OAT, sedangkan klien saat ini dalam pengobatan hepatitis karena hasil SGOT   236 u/L, SGPT   123 u/L, sementara untuk obat OAT ditunda menunggu hasil SGOT dan SGPT turun. Pada non farmakoterapi di teori yaitu diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP), istirahat yang cukup (tirah

baring), mengajarkan batuk efektif, olahraga dan pengawasan minum obat. Sedangkan pada kasus klien diberikan diit DH III karena selain TB paru klien

juga menderita hepatitis, klien sudah istirahat  yang cukup, bisa melakukan batuk efektif.



Adapun faktor pendukung dalam melakukan pengkajian pada klien yaitu adanya informasi tentang klien yang cukup dari klien dan keluarga sangat kooperatif. faktor penghambatnya yaitu tidak penulis temukan


B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori ada 5 yaitu Sedangkan pada kasus penulis mendapatkan 4 diagnosa yaitu Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan. Resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Yang penulis tidak temukan dalam kasus yaitu diagnosa. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan efusi pleura, karena saat penulis melakukan pengkajian  tidak ditemukan data yang menunjang untuk ditegakannya diagnosa tersebut seperti napas sesak hebat, pernapasan dangkal, menggunakan otot bantu napas, sianosis, tidak diperiksakan AGD, hasil foto thorax tidak ditemukan efusi pleura.

Faktor pendukung yang penulis temukan dalam menegakan diagnosa yaitu adanya data-data yang menunjang dan mengacu pada diagnosa tersebut serta adanya hasil pengkajian yang sangat teliti sehingga banyak data yang ditemukan untuk menegakan diagnosa.

C.    Perencanaan Keperawatan
Perencanaan yang ada sesuai perencanaan pada teori dan kasus dari diagnosa Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan. Tujuan sudah sesuai yaitu Pernapasan efektif selama perawatan 1 x 24 jam. Kriteria hasil sudah sesuai yaitu Sesak tidak ada, cyanosis tidak ada, Tekanan darah   110/70 – 130/90 mmHg, Nadi   60-88 x/menit, Suhu   36-37 o C, Pernapasan   16-20 x/menit. Perencanaan yang ada pada teori dan kasus yaitu Awasi tanda-tanda vital setiap jam 05.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00 atau bila diperlukan sewaktu-waktu.  Berikan 02 2 liter/menit jika diperlukan. Berikan minum air hangat. Anjurkan kepada klien untuk batuk efektif. Berikan obat fartolin syr 1 sdm jam 08.00,13.00, dan 18.00 WIB. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi.

Diagnosa kedua Resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, Tujuan sudah sesuai yaitu kebutuhan  nutrisi terpenuhi  selama dalam perawatan. Kriteria hasil sudah sesuai yaitu berat badan stabil, makan bisa habis 1 porsi, mual dan muntah tidak ada. Perencanaan yang ada pada teori dan kasus yaitu Kaji tingkat nutrisi klien, intake oral, jumlah kalori, makanan yang disukai, pola makan. Anjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan bervariasi. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan. Timbang berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diit yang tepat pada penyakit TB (TKTP). Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien. Berikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro dan 1 tab Curliv. Kolaborasi pemeriksaan sampel darah SGOT/SGPT, albumin, globulin, billirubin dan PTT.

Diagnosa ketiga, Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Tujuan sudah sesuai yaitu penyebaran penularan penyakit tidak terjadi.  Kriteria Hasil sudah sesuai yaitu klien bila batuk mau menutup mulut, membuang ludah tidak sembarangan, mau minum obat secara teratur dan tidak putus  sebelum dinyatakan  sembuh. Perencanaan yang ada pada teori dan kasus yaitu Kaji jenis TB fase akut (tidak aktif) untuk mencegah penularan. Anjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada tempat yang tertutup. Anjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang telah diisi oleh cairan desinfektan. Indentifikasi orang lain yang beresiko tertular penyakit. Lakukan perawatan isolasi seperti memakai masker. Kolaborasi pemeriksaan laboratotium BTA. Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg.

Diagnosa keempat, Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Tujuan sudah sesuai yaitu Kebutuhan perawatan diri terpenuhi. Kriteria hasil sudah sesuai yaitu Klien dapat melakukan perawatan diri tanpa bantuan. Perencanaan yang ada pada teori dan kasus yaitu kaji kemampuan klien dalam beraktivitas   makan, eliminasi, mobilisasi, kebersihan perawatan diri. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan diri dimana klien  belum mampu melakukan sendiri. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan. Tingkatkan aktivitas pasien secara bertahap sesuai indikasi / kemampuan. Berikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam perencanaan aktivitas klien.

Dalam membuat perencanaan faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu tersediannya referensi asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru serta bimbingan yang intensif dari dosen serta dari CI di Ruang Kenanga sehingga memudahkan penulis dalam menyusun perencanaan keperawatan. Faktor penghambat yang penulis temukan yaitu terbatasnya pengalaman dalam membuat perencanaan keperawatan pada klien dengan TB Paru.

D.    Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa prioritas Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan. Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus  yaitu  mengukur tanda-tanda vital setiap jam 05.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00 atau bila diperlukan sewaktu-waktu. memberikan 02 2 liter/menit jika diperlukan. Memberikan minum air hangat. menganjurkan kepada klien untuk batuk efektif. Memberikan obat fartolin syr 1 sdm jam 08.00,13.00, dan 18.00 WIB. Sedangkan perencanaan yang belum penulis laksanakan yaitu kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat inhalasi karena klien bisa mengeluarkan sputum sendiri.

Diagnosa kedua, Resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus  yaitu  mengkaji tingkat nutrisi klien, intake oral, jumlah kalori, makanan yang disukai, pola makan. Menganjurkan makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat dan bervariasi. Memberikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan. Menimbang berat badan tiap minggu satu kali sesuai kondisi klien. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien. Memberikan obat-obat sesuai indikasi 1 tab Hp Pro dan 1 tab Curliv. Kolaborasi pemeriksaan sampel darah SGOT/SGPT, albumin, globulin, billirubin dan PTT. Sedangkan perencanaan yang belum penulis laksanakan yaitu kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diit yang tepat pada penyakit TB (TKTP).

Diagnosa ketiga, Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus  yaitu  mengkaji jenis TB fase akut (tidak aktif) untuk mencegah penularan. Menganjurkan bila batuk atau bersin menutup mulut dengan tissue dan mengeluarkan secret pada tempat yang tertutup. Menganjurkan klien untuk membuang secret / ludah tempat yang tertutup yang telah diisi oleh cairan desinfektan. Mengidentifikasi orang lain yang beresiko tertular penyakit. Kolaborasi pemeriksaan laboratotium BTA. Berikan 1 tab Ofloxacin 400 mg. Sedangkan perencanaan yang belum penulis laksanakan yaitu  melakukan perawatan isolasi seperti memakai masker.

Diagnosa keempat, Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Pelaksanaan yang sesuai dengan kasus  yaitu  mengkaji kemampuan klien dalam beraktivitas   makan, eliminasi, mobilisasi, kebersihan perawatan diri. Membantu klien dalam memenuhi kebutuhan diri dimana klien  belum mampu melakukan sendiri. Mengobservasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan. Meningkatkan aktivitas pasien secara bertahap sesuai indikasi / kemampuan. Memberikan istirahat yang cukup dan libatkan keluarga dalam perencanaan aktivitas klien. Perencanaan yang penulis rencanakan sudah dapat dilaksanakan semua.

Faktor pendukung yang penulis temukan yaitu klien dan keluarga kooperatif dalam setiap pelaksaan yang penulis laksanakan. Faktor penghambat yang penulis temukan yaitu adanya perencanaan yang penulis rencanakan yang tidak bisa dilaksanakan karena keterbatasan waktu dalam memberikan asuhan keperawatan.

E.     Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi penulis membuat berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang terdapat pada perencanaan selama dalam melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari dari tanggal 19 – 21 Oktober 2011 penulis mengevaluasi tiap-tiap diagnosa. Untuk diagnosa pertama Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan, tujuan tercapai sebagian ditandai dengan sesak tidak ada, batuk kadang-kadang masih ada, slym bisa keluar. Pada diagnosa kedua, Resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, tujuan tercapai sebagian ditandai dengan mual dan muntah sudah tidak ada, makan habis 1 porsi, SGOT 29 u/l,  SGPT 61 u/l Albumin 3.7 g/dl. Diagnosa ketiga, Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,tujuan tercapai sebagian ditandai dengan klien sudah menutup mulut saat batuk, dan membuang sputum pada tempat yang tertutup. Diagnosa keempat, Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. tujuan tercapai ditandai dengan klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri tanpa bantuan perawat dan keluarga.

Faktor pendukung yang penulis temukan yaitu adanya keterbukaan dari klien mengenai kondisi yang dirasakan dan kemampuan klien dalam mengekspresikan keluhan yang dirasakan. Pada tahap ini penulis tidak menemukan hambatan.


 BAB V
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada klien dengan Tuberculosis Paru diruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta dari tanggal 19 Oktober 2011 maka penulis dapat menarik kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut.

Dari hasil pengkajian penyebab dari TB Paru adalah kuman mycrobakterium tuberculosis. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak/ lipid. Lipid inilah yang membuat kuman menjadi tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisisk. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering/ dingin. Atau dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman, dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberculosis aktif lagi. Manifestasi klinis pada teori dan kasus sama yaitu penurunan berat badan, batuk, penurunan napsu makan (anoreksia), kelemahan, mual dan muntah. Pemeriksaan diagnostic pada TB paru adalah BTA 3 kali, DPL, LED, Na, K, Cl, Albumin, Globulin, foto thorax. Farmakoterapi yang diberikan, klien saat ini dalam pengobatan hepatitis karena hasil SGOT   236 u/L, SGPT   123 u/L, sementara untuk obat OAT ditunda menunggu hasil SGOT dan SGPT turun. Pada non farmakoterapi diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP) tidak diberikan karena pada kasus klien masih ada mual, hasil SGOT   236 u/L, SGPT   123 u/L, dan diit yang diberikan yaitu diit DH III, klien tidak merokok dan minum alcohol, klien sudah istirahat  yang cukup, bisa melakukan batuk efektif. Klien tidak olahraga karena klien mengeluh lemas dan merasa sesak setelah beraktivitas dan tidak ada pengawas minum obat karena klien belum diprogramkan mendapat obat OAT.


Diagnosa Keperawatan prioritas yaitu tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan. Diagnosa kedua resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Diagnosa ketiga resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Diagnosa keempat gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Pelaksanaan dari keempat dignosa sudah sesuai dengan rencana tindakan yang disusun yaitu mulai dari persiapan, intervensi dan dokumentasi. Pelaksanaan yang dilakukan pada diagnosa prioritas penulis melaksanakan rencana tindakan yang sudah disusun sesuai dengan teori dan dengan tahapan sesuai yaitu mulai dari persiapan, intervensi dan evaluasi.

Pada evaluasi keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode atau system SOAP dalam mengevaluasi dari proses keperawatan dan hasil kwalitas pelayanan keperawatan dalam 4 diagnosa keperawatan, penulis mendapatkan tiga masalah teratasi sebagian yaitu tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan sputum sulit dikeluarkan, Resiko perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. sedangkan satu diagnosa teratasi yaitu gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

B.           Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut :
1.      Dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya penulis lebih teliti lagi dalam mengkaji masalah yang ada dan masalah yang mungkin muncul pada klien.
2.      Penulis dan perawat ruangan agar lebih memonitoring hasil laboratorium untuk menunjang dalam menegakan diagnosa.
3.      Penulis dan perawat dapat lebih meningkatkan kwalitas asuhan keperawatan yang lebih baik untuk klien dan keluarga dalam memberikan pelayanan secara komprehensif serta dapat bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
4.      Perawat dan penulis khususnya harus lebih meningkatkan pengetahuan agar dapat meningkatkan kwalitas asuahan keperawatan yang lebih baik untuk klien dan keluarga.
5.      Perawat dapat memotivasi pada klien untuk melakukan diit, olahraga sesuai dengan kemampuan klien.
6.      Perawat memberikan saran kepada klien untuk minum obat teratur (tidak terputus) dan control ke dokter secara teratur.
7.      Perawat memberikan pembelajaran kepada klien dan keluarga untuk memperhatikan lingkungan (rumah ada jendela, menjemur kasur minimal 1 kali dalam seminggu)